Khilaf dan bertobat tidak gampang

On Jumat, 25 Juni 2010 0 komentar

Ada seorang bercerita begini “ Mau berubah menjadi baik saja sulit, maka dikatakan sebaiknya jangan berbuat salah “ Awal cerita adalah ia pernah selingkuh, ketahuan istri. Akibatnya keluarga retak, namun niat untuk bertobat cukup kuat, maka ia minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan tercela itu pada istrinya . Istri bisa menerima permintaan maafnya, jika benar-benar janji itu dipatuhi. Dengan berjalannya waktu dirasakan begitu sulit, kedamaian tidak pernah diperoleh karena setiap pulang rumah, sedikit terlambat, pasti muka istrinya cemberut, sambil bertanya mengapa terlambat ? jika kepagian pulang, dikatakan emangnya kamu malas kerja ya ? jika membawa oleh-oleh, dikatakan emangnya aku bisa dibeli ? jika diajak jalan-jalan, emangnya kita masih pacaran ? saat dirangkul dan di cium , dikatakan butuh aja kamu begitu ! Padahal sebelum ketahuan selingkuh istrinya sangat baik, sangat percaya akan dirinya à Betapa sulit untuk menjadi baik katanya , padahal apa yang dilakukan benar-benar menunjukan bahwa dirinya sudah bertobat, tidak ada lagi niat untuk menutupi membohongi istrinya.
Kisah ini menunjukan bahwa bertobat dan diampuni satu hal, untuk memulihkan kepercayaan yang sudah cacat satu hal lain pula. Mengapa manusia di ciptakan demikian ? Alasan nya adalah supaya manusia sadar, bahwa kesalahan atau perbuatan dosa itu meskipun anda telah tobat dan diampuni, masih membutuhkan satu proses, yaitu meyakinkan tanpa membuat orang curiga atau memberi kesempatan untuk orang mengingat masa lalu yang telah disakiti !
Orang yang telah disakiti ( ingkar janji kesetiaan, pelecehan, pernah diperkosa, difitnah, disiksa dll ), meskipun ia bisa memaafkan, namun luka yang sudah sembuh , tetap meninggalkan bekas. Bekas ini tidak bisa dibuang, dianggap tidak ada, dilupakan à Luka itu akan selalu terbawa dalam emosi, perilaku, bahasa tubuh dan ucapan saat panca indra menerima rangsangan yang sama ataupun mirip dengan peristiwa lalu. Semua ini membutuhkan waktu untuk menjadi lebih baik, jika orang yang dimaafkan menunjukan sikap perilaku yang benar-benar tanpa cela, berupaya segala tindak tanduk menunujukan positif bagi pemberi maaf, akan membantu menutupi bekas luka menjadi lebih menyerupai aslinya.
Mungkin yang dirasakan pada cerita diatas, bahwa ia telah melakukan terbaik, namun dia lupa bahwa luka yang terjadi pada istrinya meninggalkan bekas yang membutuhkan proses yang cukup lama, bahkan sepanjang kehidupan bersama.

0 Comments

No comments yet. Be the first to leave a comment !
Leave a Comment

Next Post Previous Post
powered by Blogger | css by Newwpthemes